Hadits (ejaan KBBI: Hadis, Bahasa Arab: الحديث
dengarkan (bantuan·info), transliterasi: Al-Hadîts), adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.
Etimologi
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut istilah ulama ahli hadits,[siapa?] hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya. Sehingga, arti hadits di sini semakna dengan sunnah.
Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1] Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,[2] maka kata tersebut adalah kata benda.[3]
Struktur hadits
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
- Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan
oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau
bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia
cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (hadits
riwayat Bukhari)
Sanad
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri
atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut
dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad,
memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh
sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah
- Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah
penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad
disebut dengan thabaqah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam
tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini
dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya
Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu
pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan
dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
Matan
Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:
- "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam memahami hadits ialah:
- Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
- Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang
lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak
belakang).
Klasifikasi hadits
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni
bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur
(periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya
hadits bersangkutan)
Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu' :
- Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh: hadits sebelumnya)
- Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar,
Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan
seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami
diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika
sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi
mauquf melainkan setara dengan marfu'.
- Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim
meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan:
"Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu
darimana kamu mengambil agamamu".
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada
beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya.
Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini
membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat
maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan
dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadits).
Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan
yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai
sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan
secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
- Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1 (Para sahabat) > Rasulullah SAW
- Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad
yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu.
Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan
waktu dan kondisi.
- Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain
seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh:
seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia
menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
- Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
- Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
- Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).
Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap
tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang
menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi
atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.
- Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok
orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka
semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir
memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah)
berimbang. Para ulama
berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir
(sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits
mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir
lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada
redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
- Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun
tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas
tiga jenis antara lain :
- Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu
lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat
banyak penutur)
- Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
- Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih
penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.
Berdasarkan tingkat keaslian hadits
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling
penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau
penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi
ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'
- Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Sanadnya bersambung;
- Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah,
berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat
ingatannya.
- Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta
tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
- Hadits Hasan,
bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi
yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz
serta cacat.
- Hadits Dhaif
(lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh
orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan
atau cacat.
- Hadits Maudu, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
Jenis-jenis lain
Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:
- Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits
yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh
berdusta.
- Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh
perawi yang tepercaya/jujur.
- Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu
hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani
bahwa hadits Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah
diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut hadits
Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu'tal (hadits sakit atau
cacat)
- Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi)
kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan
- Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang
diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang
belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan
(isi)
- Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
- Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya
- Hadits Syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
perawi orang yang tepercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang
diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
- Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya
karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah
tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada
gurunya. Jadi, hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi
kelemahan sanadnya.
Periwayat hadits
Periwayat umat Muslim
- Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H).
- Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H).
- Sunan Abu Dawud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H).
- Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H).
- Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H).
- Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).
- Musnad Ahmad, disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal (781-855 M).
- Muwatta Malik, disusun oleh Imam Malik.
- Sunan Darimi, Ad-Darimi.
Periwayat umat Syi'ah
Muslim Syi'ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad SAW, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal.
Ada beberapa sekte dalam Syi'ah, tetapi sebagian besar menggunakan:
- Ushul al-Kafi
- Al-Istibshar
- Al-Tahdzib
- Man La Yahduruhu al-Faqih
Beberapa istilah dalam ilmu hadits
Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain:
- Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal
dengan hadits Bukhari dan Muslim
- As-Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah
- As-Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal (Imam Ibnu Majah)
- Al-Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
- Al-Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
- Ats-Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
Pembentukan dan Sejarahnya
Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap
Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat
pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada
sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada
murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga
sampai kepada pembuku hadits. Itulah pembentukan hadits.
Masa pembentukan hadits
Masa pembentukan hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu
sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadits belum
ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat
saja. perode ini disebut al wahyu wa at takwin. Pada saat ini Nabi
Muhammad sempat melarang penulisan hadits agar tidak tercampur dengan
periwayatan Al Qur'an, namun setelah beberapa waktu, beliau Shalallahu
alaihi wassallam membolehkan penulisan hadits dari beberapa orang
sahabat yang mulia, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Bakar, Umar, Abu
Hurairah, Zaid bin Tsabit, dllnya. Periode ini dimulai sejak muhammad
diangkat sebagai nabi dan rosul hingga wafatnya (610 M - 632 M)
Masa Penggalian
Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi'in,
dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada
masa ini hadits belum ditulis ataupun dibukukan, kecuali yang dilakukan
oleh beberapa sahabat seperti Abu Hurairah, Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Abdullah bin Mas'ud, dllnya. Seiring dengan perkembangan dakwah,
mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para
sahabat saling bertukar hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.
Masa penghimpunan
Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai
menolak menerima hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan
kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah
dengan munculnya hadits palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat
mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam
permusuhan tersebut, sehingga jika ada hadits baru yang belum pernah
dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi
sumber dan pembawa hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah
'Umar bin 'Abdul 'Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi'in
memerintahkan penghimpunan hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan
hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan hadits marfu'
dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.
Masa pendiwanan dan penyusunan
Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan hadits.
Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadits
sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan
hadits dan memisahkan kumpulan hadits yang termasuk marfu' (yang berisi
perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan
mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan hadits pada
masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga
dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud
tash-hih (koreksi/verifikasi) atas hadits yang ada maupun yang dihafal.
Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan hadits terus dilanjutkan
hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan
pembinaan maghligai hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya
adalah masa memperbaiki susunan kitab hadits seperti menghimpun yang
terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber
utamanya kitab-kitab hadits abad ke-4 Hijriyah.
Kitab-kitab hadits
Berdasarkan masa penghimpunan hadits
Abad ke-2 Hijriyah
Beberapa kitab yang terkenal:
- Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
- Al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
- Mukhtaliful Hadits oleh As Syafi'i
- Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani
- Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
- Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)
- Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)
- As Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
- As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
- Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para
'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadits.
Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan
zaman.
Abad ke 3 H
- Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab
Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
- Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
- Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
- As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
- As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
- As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
- As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
- As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)
Imam Malik imam Ahmad
Abad ke 4 H
- Al Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
- Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
- At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
- As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
- Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
- As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
- Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
- Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)
Abad ke 5 H dan selanjutnya
-
- Bersumber dari kutubus sittah saja
- Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
- Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M)
- Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)
- Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)
- Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
-
- Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :
- Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
- As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
- Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)
- Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M)
- Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
- 'Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
- Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
-
- At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
- Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
- Syarah (semacam tafsir untuk hadits)
-
- Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
- Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
- Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)
- Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)
- Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M)
-
- Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)
- Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
-
- Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa.
- Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi
hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan
menurut dirinya sendiri.
Catatan kaki
- ^ "Hadith," Encyclopedia of Islam.
- ^ Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition.
- ^ al-Kuliyat
by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last
phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar
al-Nafais.
Referensi
- The Classification of Hadeeth by Shaikh Suhaib Hassan
- Pengetahuan Dasar tentang Pokok-pokok Ajaran Islam (A/B) oleh Mh. Amin Jaiz
- Metodologi Kritik Matan Hadits oleh Dr. Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, terjamahan, ISBN 979-578-047-6
Pranala luar
- (Indonesia) Sunnah 9 Kitab Imam Hadits dalam bahasa Indonesia
- (Indonesia) Kumpulan hadits shahih, dha'if (lemah) & maudhu' (palsu)
- (Indonesia) Hadits-hadits
- (Indonesia) Musthohalul hadits, Istilah-istilah hadits. Milis Assunnah
- (Indonesia) Hadits Ahad, Ust. Ahmad Syarwat, Lc.
- (Indonesia) Belajar Hadits di Media Muslim INFO
- (Indonesia) Buku Tema Hadits di Al-Ilmu.Com
- (Inggris) Introduction to the Science of Hadith Classification by Shaikh (Dr.) Suhaib Hassan
- (Inggris) A collection of the ahadith in Sahih Bukhari
- (Inggris) A collection of the ahadith in Sahih Muslim
Sumber :
ensiklopedia.web.id,
id.wikipedia.org,
ensiklopedia-dunia.nomor.net,
nomor.net
(kodepos.nomor.net),
indonesia-info.net,
pahlawan.web.id,
kuliah-karyawan.com,
kucing.biz,
kelas-karyawan.co.id,
ggkarir.com,
ggiklan.com,
al-quran.co,
civitasbook.com (Ensiklopedia),
jadwal-shalat.com,
gilland-ganesha.com,
sepakbola.biz,
gilland-group.com,
civitasbook.com (Pahlawan Indonesia),
program-reguler.co.id,
kpt.co.id,
ptkpt.net,
kurikulum.org, dsb.